Friday, October 23, 2015

Tinjauan Filosofis Kurikulum Pendidikan Islam

Disampaikan oleh Muhammad Mafatihudin dan Mustolih



A.    Pendahuluan
Maha Suci Allah yang telah menciptakan manusia sebagai mahluk yang mulia, karena selain bentuk yang sempurna manusia juga dibekali piranti-piranti berupa akal, fitrah, qolbu, dan nafsu sehingga ia mampu mentransformasikan segala anugerah itu untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam mencapai kesempurnaan sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat  mencapai itu semua manusia butuh proses atau kegiatan yang ilmiah yaitu pendidikan.
Pendidikan merupakan bentuk usaha sadar dan terencana yang berfungsi untuk mengembangkan potensi yang ada pada manusia agar bisa digunakan untuk kesempurnaan hidupnya dimasa depan nanti.  Jika dilihat dalam perspektif Islam adalah untuk membentuk manusia menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) dan menciptakan bentuk masyarakat yang ideal dimasa depan. Dari istilah insan kamil ini maka segala aspek dalam pendidikan haruslah sesuai dengan idealitas Islam.
Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Akan sulit kita bayangkan dalam benak, jika suatu kegiatan tanpa memiliki tujuan yang jelas. Karena pentingnya tujuan tersebut, banyak kita jumpai kajian-kajian yang sungguh-sungguh dikalangan para ahli mengenai tujuan tersebut. Berbagai buku yang mengkaji masalah pendidikan Islam senantiasa berusaha merumuskan tujuan yang baik secara umum maupun secara khusus.
Pendidikan Islam secara fungsional adalah merupakan upaya manusia muslim merekayasa pembentukan al insan  al kamil melalui penciptaan institusi interaksi edukatif yang kondusif. Dalam posisinya yang demikian, pendidikan islam adalah model rekayasa individual dan sosial yang paling efektif untuk menyiapkan dan menciptakan bentuk masyarakat ideal ke masa depan. Sejalan dengan konsep perekayasaan masa depan umat, maka pendidikan Islam harus memiliki seperangkat isi atau bahan yang akan ditransformasikan kepada peserta didik agar menjadi milik dan kepribadian sesuai dengan idealitas Islam. Untuk itu perlu dirancang suatu bentuk kurikulum pendidikan Islam yang sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai asasi ajaran Islam. Dalam kaitan inilah diharapkan filsafat pendidikan Islam mampu memberikan kompas atau arah terhadap pembentukan kurikulum pendidikan yang Islami.
Pendidikan islam harus mampu mendesain suatu kurikulum yang mengintegrasikan ilmu serta mampu menjawab tantangan perubahan paradigma baru pendidikan tersebut.[1] Disamping itu, kurikulum juga hendaknya dapat dijadikan ukuran kwalitas proses dan keluaran pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah tergambar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki setiap lulusan sekolah.[2]
B.     Rumusan Masalah
            1.      Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
            2.      Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam
            3.      Asas Kurikulum Pendidikan Islam
            4.      Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
C.    Tujuan Penulisan
            1.      Mengetahui Apa dan Bagaimana Kurikulum Pendidikan Islam
            2.      Mengetahui urgensi Kurikulum Pendidikan Islam di Sekolah
D.    Pembahasan
            1.      Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Secara harfiyah kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Ada yang mengatakan berasal dari bahasa prancis courier yang berarti berlari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olehraga. Sedangkan dalam bahasa latin, kurikulum berasal dari kata curriculum yang berarti bahan pengajaran.[3] Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan menjadi “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya.
Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.[4]  
Dalam prespektif falsafah pendidikan islam, kurikulum pendidikan pada dasarnya adalah alat atau instrumen untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya agar mereka dapat mampu mengenali kembali dan mengukuhkan syahadah primordialnya terhadap Allah SWT.[5] Aktualisasi kongkrit dari syahadah primordialnya ini adalah kemampuan mereka dalam menjalankan fungsi sebagai ‘abd-Allah dan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, akan tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna, baik sebagai khalifah maupun abd -  melalui transformasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Disinilah filsafat pendidikan Islam dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakikat pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan manusia paripurna ( al- insan al-kamil).
Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan, definisi kurikulum sebagaimana disebutkan di atas dipandang sudah ketinggalam zaman. Saylor dan Alexander, mengatakan bahwa kurikulum bukan hanya sekedar memuat sejumlah mata pelajaran, akan tetapi termasuk juga di dalamnya segala usaha lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha tersebut dilakukan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
            2.      Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam 
Secara umum, kurikulum tersusun dengan beberapa aspek utama yang menjadi cirinya. Hasan Langgulung mengungkapkan empat ciri-ciri utama dari kurikulum, yaitu :
a.       Tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu.
b.      Pengetahuan (knowledge) ilmu-ilmu data, aktivitas-aktivitasnya dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu.
c.       Metode dan cara-cara mengajar dan bimbingan yang diikuti murid-murid untuk mendorong mereka ke arah yang dikehendaki dan tujuan-tujuan yang dirancang.
d.      Metode dan cara penilaian yang digunkan untuk mengukur dan menilai hasil proses pendidikan yang dirancang dalam kurikulum.
Berangkat dari ke kempat hal yang menjadi aspek pokok kurikulum, maka jika dikaitkan dengan filsafat pendidikan yang dikembangkan pada pendidikan islam tentu semua akan menyatu dan terpadu dengan ajaran islam itu sendiri. Pendidikan yang merupakan suatu proses memanusiaan manusia pada hakekatnya adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, setiap proses pendidikan akan berusaha mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai sebuah elemen penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat (agent of change). Dalam upaya itu, setiap proses pendidikan membutuhkan seperangkat sistem yang mampu mentransformasi pengetahuan, pemahaman, dan perilaku peserta didik. Dan salah satu komponen operasional pendidikan sebagai sistem adalah kurikulum, dimana ketika kata itu dikatakan, maka akan mengandung pengertian bahwa materi yang diajarkan atau dididikkan telah tersusun secara sistematik dengan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Omar Mohammad al- Toumy al - Syaibany menyebutkan lima ciri kurikulum pendidikan islam sebagai berikut;
a.       Menonjolkan mata pelajaran dan akhlak . Agama dan akhlak seharusnya diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta contoh-contoh dari orang terdahulu yang sholeh.
b.       Memperhatikan pengembangan yang menyeluruh dari aspek pribadi siswa yaitu jasmani, akal dan rohani.
c.        Memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, keseimbangan itu tentunya bersifat relative karena tidak dapat diukur secara objektif.
d.       Memperhatikan juga seni halus, seperti ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu juga memperhatikan pendidikan jasmani seperti latihan militer, tehnik, keterampilan dan bahasa asing sekalipun, semua ini diberikan kepada perorangan secara aktif sesuai bakat, minat,dan kebutuhan.
e.        Mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat dan perbedaan zaman. Kurikulum dirancang sesuai kebudayaan.[6]
           3.      Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Suatu kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan Islam, hendaknya mengandung beberapa unsur utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode penilaian. Kesemuaannya harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentukan kuriulum pendidikan.
Menurut Mohammad al Thoumy al Syaibany, asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum dalam pendidikan Islam adalah:
a.       Asas Agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi aqidah, ibadah dan muamalah. Hal ini bermakna bahwa itu semua pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syariat Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sementara sumber lainnya sering dikategorikan sebagai metode seperti ijma, qiyas dan ihtisan.
Pembentukan kurikulum pendiidkan Islam harus diletakan pada apa yang telah digariskan oleh dua sumber tersebut dalam rangka menciptakan mausia yang bertaqwa sebagai ‘abid dan khalifah dimuka bumi.
b.      Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara umum, dasar falsafah ini membawa konsekwensi bahwa rumusan kurikulum pendidikan Islam harus beranjak dari konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi yang digali dari pemikiran manusia muslim, yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai asasi ajaran Islam.
Dimensi Ontologi mengarahkan kurikulum agar lebih banyak memberi anak didik kesempatan untuk berhubungan langsung dengan fisik-fisik, obyek-obyek. Pada mulanya dimensi ini diterapkan Allah SWT. dalam pengajaranNya kepada nabi Adam as dengan memberitahukan atau mengajarkan nama-nama benda (QS.Al-Baqarah{2}:31) dan belum sampai pada tahap penalaran atau pengembangan wawasan. Demensi Epistemologi adalah perwujudan kurikulum yang sah, yang berdasarkan metode kontruksi pengetahuan yang disebut metode ilmiah, yang sifatnya mengajak berfikir menyeluruh, reflektif dan kritis,  implikasi dimensi epistemologi dalam rumusan kurikulum, isinya cenderung fleksibel karena pengetahuan yang dihasilkan tidak mutlak, tentatif dan dapat berubah-ubah. (QS.Al-Baqarah {2}:26-27); dan dimensi Aksiologi mengarahkan pembentukan kurikulum agar memberikan kepuasan pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai yang ideal, supaya hidup dengan baik dan terhindar dari nilai-nilai yang tidak diinginkan.Nilai-nilai ideal ini bisa menimbulkan daya guna dan fungsi yang bermanfaat bagi peserta didik dalam kelangsungan hidup menuju kesempurnaan, kenyamanan dan dijauhi dari segala sesuatu yang menimbulkan kesengsaraan atau kerugian
Tugas ketiga dimensi tersebut ( Ontopologi, Epistimologi & Aksiologi ) merupakan kerangka dalam perumusan kurikulum pendidikan islam. Dari berbagai macam filsafat pada dasarnya memberikan khasanah intelektual di bidang kurikulum pendidikan islam lainnya, semakin banyak pula kontribusi teori dan konsep. Teori dan konsep yang ditimbulkan dari berbagai macam aliran filsafat tidak dapat begitu saja diterima atau ditolak, namun diseleksi terlebih dahulu kemudian hasilnya dimodifikasi pada khasanah kurikulum pendidikan islam.[7]
c.       Asas Psikologis
Asas ini memberikan prinsip – prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dipahami oleh anak didik sesuai dengan perkembangan.[8]   Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan minat, kecakapan dan perbedaan individual dan aspek lainnya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
d.      Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakal terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai mahluk sosial harus mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini dimaksudkan agar out-put yang diahasilkan menjadi manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya.
Keempat asas tersebut di atas harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensinya sebagai khalifah, pengembangan kepribadiannya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
           4.      Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Omar Muhammad Al-Toumi Al-Syaibani sebagaimana yang di kutip oleh Toto Suharto dalam bukunya Filsafat pendidilan islam“, prinsip dasar yang harus dipegangi dalam menyusun kurikulum ada lima prinsip, Yaitu:
a.       Kurikulum pendidikan islam menonjolkan dan mengutamakan agama dan akhlaq dalam berbagai tujuanya. Materi, metode, alat, dan tehnik pengajaran dalam kurikulum pendidikan islam semuanya bercorak agama.
b.      Cakupan dan kandungan kurikulum pendidikan islam bersifat luas dan menyeluruh. Kurikulum pendidikan islam seyogyanya merupakan cerminan dari semanagat, pemikiran, dan ajaran islam yang bersifat universal dan menjangkau semua aspek kehidupan, baik intelektual, psikologis, sosial dan spiritual. Jika tujuanya harus meliputi semua aspek pribadi pelajar, maka semua kandunganya harus meliputi semua yang berguna bagi pribadinya secara jasmani dan rohani, juga bermanfaat bagi lingkungan/ masyarakat.
c.       Kurikulum pendidikan islam menerapkan prinsip keseimbangan didalam muatan materi keilmuanya dan didalam fungsi ilmu pengetahuan baik bagi pengembangan indifidu maupun bagi pengembangan masyarakat.
d.      Kurikulum pendidikan islam mencakup keseluruhan mata pelajaran yang dibutuhkan peserta didik, baik yang sakral ( keakhiratan ) maupun profane ( keduniaan ).
Kurikulum pendidikan islam harus berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan anak didik serta alam lingkungan di mana anak didik tersebut hidup.
e.       Kurikulum pendidikan islam selalu disusun berdasarkan kesesuaian dengan minat dan bakat peserta didik. Kurikulum pendidikan islam harus dapat memelihara perbedaan individu diantara anak didik dalam bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan mereka.[9]
H.M. Arifin dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam” mengemukakan empat prinsip dalam penyusunan kurikulum pendidikan islam yaitu:
a.    Kurikulum pendidikan yang sejalan dengan idealitas islami adalah kurikulum yang mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan yang mampu berfungsi sebagai alat untuk tujuan hidup islami.
b.    Untuk berfungsi alat yang efektif mencapai tujuan tersebut, kurikulum harus nengandung tata nlai islami yang intrinsik dan ekstrinsik mampu merealisasikantujuan pendidikan islam.
c.    Kurikulum yang bercirikan islami itu diproses melalui metode yang sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam tujuan pendidikan islam
d.    Antara kurikulum, metode, dan tujuan pendidikan islam harus saling menjiwai dalam proses mencapai produk bercita-citakan menurut ajaran islam.[10]
           5.      Cakupan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Cakupan bahan pengajaran yang ada dalam suatu kurikulum kini terus semakin luas atau mengalami perkembangan karena tuntutan dari kemajuan ilmu pengetahuan, kebudayaan, tekhnologi yang terjadi di dalam masyarakat, dan beban yang diberikan pada sekolah.
Berdasarkan tuntutan perkembangan itu maka para perancang menetapakan cakupan kurikulum meliputi 4 bagian yaitunya :[11]
a.       Tujuan merupakan arah, sasaran, target yang akan dicapai melalui proses belajar mengajar.
b.      Isi merupakan bagian yang berisi pengetahuan, informasi, data, aktifitas, dan pengalaman yang diajarkan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
c.       Metode merupakan cara yang digunakan guru atau dosen kepada peserta didik untuk menyampaikan mata pelajaran agar mudah dimengerti.
d.      Evaluasi merupakan cara yang dilakukan guru untuk melakukan penilaian dan pengukuran atas hasil mata pelajaran.
           6.      Isi Kurikulum Menurut Pendidikan Agama Islam
Adapun isi kurikulum menurut Ibnu Khaldun Terbagi Menjadi Dua Tingkatan :
a.        Tingkatan Pemula
Materi kurikulum difokuskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2)     Tingkatan Atas
Tingkatan ini terdiri dari dua klasifikasi; Ilmu yang berkaitan dengan zatnya, dan Ilmu yang berkaitan dengan ilmu lain seperti ilmu bahasa, matematika, mantiq.
Sedangkan menurut Al-Ghazali klasifikasi isi kurikulum terletak pada tiga kelompok yaitu:
a.         Kelompok menurut kuantitas yang mempelajari.
Ilmu fardhu ‘ain yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian orang muslim saja misalnya kedokteran, pertanian dan lainnya
b.         Kelompok menurut fungsinya
Ilmu tercela adalah ilmu yang tidak berguna  untuk masalah dunia maupun akhirat serta mendatangkan kerusakan
Ilmu terpuji adalah ilmu agama yang dapat mensucikan jiwa dan menghindari hal-hal yang buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah.
c.         Kelompok menurut sumbernya
Ilmu Syar’iyah adalah ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu ilahi dan sabda nabi
Ilmu ‘Aqliyah adalah ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan eksperimen dan akulturas.
Allah berfirman dalam Q.S. Fushshilat ayat : 53, mengenai isi kurikulum yang artinya:“Kami akan memeperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran iu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu
Ayat tersebut terkandung tiga isi kurikulum pendidikan islam yaitu : Isi kurikulum berdasarkan pada ketuhanan, Isi kurikulum berorientasi pada manusia dan  Isi kurikulum berorientasi pada alam.[12]
Dengan melihat ciri, prinsip dan beberapa karakteristik kurikulum pendidikan islam ‘Abdurrahman Shalih ‘Abdullah membagi kurikulum Islam dalam 3 kategori.
a.       Al-‘uluum al-diniyyah, yaitu ilmu-ilmu keislaman normatif yang  menjadi kerangka acuan bagi segala ilmu yang ada.
b.      Al-‘uluum al-insaniyyah, yaitu ilmu-ilmu sosoal dan humaniora yang berkaitan dengan manusia dan interaksinya, seperti sosiologi, antropologi, psikologi dan lain-lain.
c.       Al-‘uluum al-kauniyyah, yaitu ilmu-ilmu kealaman yang mengandung asas kepastian, seperti fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain.
Dengan ketiga kategori ini, pendidikan Islam secara tegas menolak secara tegas dualism dan skularisme, karena bias mengandung dua bahaya. Pertama, ilmu-ilmu keislaman mendapat kedudukan yang lebih rendah daripada ilmu-ilmu lainya. Kedua, lahirnya adopsi skularisme yang mengorbankan domain agama yang pada giliranya dapat melahirkan konsep agama.[13]
Dengan demikian Kurikulum sangat penting dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai :
a.       Alat untuk mendidik generasi muda dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesediaan, minat, bakat, kekuatan, dan ketrampilan.
b.      Alat untuk menciptakan perubahan yang diinginkan pada kebiasaan, kepercayaan, sikap, system, dan gaya hidup masyarakat.
E.     Kesimpulan
Pendidikan islam adalah model rekayasa individual dan sosial yang paling efektif untuk menyiapkan dan menciptakan bentuk masyarakat ideal ke masa depan. Jadi Pada intinya pendidikan Islam merupakan upaya manusia muslim merekayasa pembentukan al insan  al kamil melalui penciptaan institusi interaksi edukatif yang kondusif. Dalam kaitan inilah diharapkan filsafat pendidikan Islam mampu memberikan kompas atau arah terhadap pembentukan kurikulum pendidikan yang Islami.
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang diharapkan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa ketika  tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentranspormasikannya kepada peserta didik. Maka dari itu dalam penerapan metode secara praktis harus tepat, agar tidak menghambat proses belajar mengajar dan terbuangnya waktu dan tenaga. Karenanya metode merupakan syarat untuk efisiensi aktivitas kepandidikan Islam. Hal ini berarti metode merupakan hal yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam akan tercapai secara tepat guna manakala metode yang ditempuh benar-benar tepat.
F.     Daftar Pustaka
 Langgulung, Hasan. Azas-Azas Pendidikan Islam. (Jakarta: Pustaka Al Husna. 1992)
Nugiyantoro, Burhan, ,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah .Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan , BPFE ,Yogyakarta: 1980
Al-Rasy Nata,Abudina. Filsafat Pendidikan Islam 1. Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997.
Suharto,Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Ar-Ruz Media, Yogyakarta: 2006
Idin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Histories, Teoritis, dan Praktis, Ciputat Press, Ciputat :  2005
Arifin, H.M. T.th, Filsafat Pendidikan Islam, cet.ke-4, Bumi Aksara Jakarta
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta : 2005
Uman Cholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Duta Aksara,1998
Muhaimin & Mujib Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis dan Kerangkah Dasar Oprasionalnya cet.ke 1, Trigenda Karya, Bandung: 1993
Ar Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, (Cita Pustak Media Perintis, Bandung: 2008


[1] Soleha,dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Alfa Beta, Bandung, 2011, hal.100.
[2] Nugiyantoro, Burhan, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah .Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan (yogyakarta: BPFE, 1980),hal 21

[3] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, hlm.123
[4] Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Histories, Teoritis, dan Praktis,Ciputat : Ciputat Press, 2005,h 55-56
[5] Dr. Ar Rasyidin, MA, Falsafah Pendidikan Islam, (Cita Pustak Media Perintis, 2008), Bandung, hal. 162
[6] Al-Shaybani, Umar muhammad Tuwmi ,Filsafat Pendidikan Islam,terj.Hasan lLanggulung(Jakarta: Bulan Bintang 1979) hal 489-517
[7] Muhaimin & Mujib Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis dan Kerangkah DasarOprasionalnya cet.ke 1 (Bandung:Trigenda Karya 1993) hal188-190
[8] Uman Cholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya:Duta Aksara,1998)hal 46
[9] Toto suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I Yogyakarta, 2014)hal100
[10] Uman Cholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya:Duta Aksara,1998)hal 46
[11] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, hlm. 176-177
[12] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2005, h 148-154
[13] Toto suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I Yogyakarta, 2014)hal103

No comments:

Post a Comment

MONGGO KOMENTARIPUN, KANGMAS LAN MBAK AYU